MYSTERY ON MYSTRAS


#LOOCALISM : 1st WRITING EVENT
. warning, karya ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan plot utama.
━━━━━━━━━━━━━━━・   ・   ・  ✦

Nafplio, 29 Mei 2020.

Suara ketukan pada meja membuat pemuda manis asal Indonesia itu mengangkat kepalanya, bibirnya tersenyum ramah saat melihat siapa yang barusan mengetuk mejanya.

"Ah, Kak Rasmi! Ada apa?" tanyanya pada perempuan cantik berambut merah yang juga tersenyum padanya. "Tidak tidak, bukankah jam kerja sudah selesai? Ayo segera berbenah dan makan malam bersama," ajak perempuan berambut merah tadi, Indurasmi Renjana.

Ramsey, lelaki berumur dua puluh tahun itu terkekeh lalu mengangguk—mengiyakan ajakan Indurasmi. "Tentu, kau bisa tunggu di lobby. Aku akan ke sana dalam lima menit," ujar Ramsey. Indurasmi mengangguk lalu segera beranjak menuju lobby kantor, menunggu Ramsey berbenah.

Ramsey dan Indurasmi memang sudah dekat semenjak pemuda bersurai ungu itu datang ke kantor untuk pertama kalinya. Menurut Ramsey, perempuan yang empat tahun lebih tua darinya itu sangat ramah dan baik, itu sebabnya mereka mudah berbaur satu sama lain.

Tak menghabiskan waktu lama untuk membereskan mejanya, Ramsey segera menggendong tas ranselnya di punggung dan keluar dari ruangan—menyusul Indurasmi.

"Kak, ayo berangkat! Aku sudah sangat lapar," ujar Ramsey sembari mengusap perutnya, sukses membuat wanita yang lebih tua tertawa. "Ada-ada saja kamu. Yasudah, mari berangkat, aku rasa taxinya sudah sampai."

                                    ☼☼☼

Pukul setengah sembilan malam, Ramsey dan Indurasmi menyelesaikan makan malam mereka. Namun mereka memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah, mereka akan bersantai di restoran itu sejenak.

"Oh iya, bagaimana kabar artefak baru yang datang dari Mesir, Sey?" tanya Indurasmi membuka obrolan. Ramsey meneguk winenya lalu menjawab, "Baik Kak, sudah diberitakan juga. Itu hanya beberapa kepingan dari makam-makam yang ada di Mesir, penemuan biasa namun mengandung banyak sejarah di dalamnya."

Indurasmi tersenyum kagum pada Ramsey. Pemuda berumur dua puluh tahun itu memang salah satu arkeolog terbaik di Yunani walaupun baru saja bergabung selama kurang lebih empat bulan. "Kau memang bisa diandalkan Tuan Revalue." Ramsey terkekeh lalu menggeleng.

"Kau berlebihan Kak, tidak perlu seperti itu. Kak Rasmi juga arkeolog terhebat yang pernah aku temui," ujar Ramsey dengan senyum manisnya. Indurasmi tertawa kecil mendengarnya. "Terima kasih, Ramsey. Mari kita pulang, hari semakin larut."

                                    ☼☼☼

Tak terasa malam berlalu begitu cepat. Pukul setengah sembilan pagi, Ramsey bergegas berangkat ke kantornya menaiki taxi. Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke kantor, hanya perlu waktu sekitar 15 menit.

"Tuan Revalue! Ada yang menitipkan surat untuk Anda." Ramsey yang baru saja turun dari taxi menatap heran sang petugas security. Surat? Ya Tuhan jaman apa sekarang? Kenapa masih saja ada yang mengirim surat?

"Dari siapa surat ini, Pak?" Petugas security itu menggeleng—menandakan bahwa ia juga tidak tahu. "Saya kurang tau, surat itu sudah tertelak di pos sebelum saya datang. Dan dalam surat itu tercantum nama Anda, Tuan," jelas petugas itu seadanya.

Ramsey mengangguk paham lalu mengeluarkan senyum ramah. "Terima kasih banyak." Setelah mengucapkan terima kasih, pemuda bersurai ungu itu segera masuk ke dalam gedung. Namun pandangannya tidak bisa lepas dari surat itu, tangannya terus membolak-balik amplop kuno yang terdapat tulisan namanya.

"Astaga Ramsey, ada baiknya kau baru membuka surat itu di ruanganmu. Jangan berjalan dengan mata yang mengarah ke hal lain, orang lain bisa tertabrak." Suara lembut yang khas itu mengalihkan atensi Ramsey, membuat si penerima surat mengeluarkan ceringan favoritnya.

"Maaf, tidak biasanya orang mengirim surat, ini aneh sekali. Omong-omong, Kak Rasmi baru sampai?" tanya Ramsey, perempuan yang baru saja menasihati itu mengangguk. "Iya, baru saja sampai. Mari kita ke ruanganmu, aku jadi ikut penasaran siapa orang yang jaman sekarang masih mengirim pesan menggunakan surat."

                                    ☼☼☼

Ramsey mengambil gunting yang terletak di kotak pensil di sebelah komputer kerjanya, mencoba untuk membuka wax berwarna merah yang menyegel amplop kuno itu dengan baik. Perlahan, Ramsey mencoba melepas wax itu dengan sabar, karena ia tidak ingin surat yang ada di dalam ikut robek.

"Ah berhasil terbuka!" pekik Ramsey senang dan dibalas tawa oleh Indurasmi. "Bukalah kalau begitu." Ramsey mengangguk cepat, ia segera membuka amplop itu dan mengeluarkan kertas yang ada di dalamnya. Keningnya berkerut bingung saat membaca tulisan yang tertera, di kertas tersebut.

"Tuan Revalue, pergilah ke Mystras sore ini. Ada satu hal yang ingin aku tunjukkan padamu. Woah, sepertinya orang yang mengirimkan surat ini sedang bermain-main," ujar Ramsey setelah membaca tulisannya sembari tertawa kecil. "Kau yakin ia hanya main-main? Biar ku lihat surat aneh itu, Sey." Ramsey menyodorkan kertas itu pada Indurasmi.

"Surat ini tidak meyakinkan, coba kau cek di dalam amplop, siapa tahu ada hal lain yang terlewat," titah Indurasmi, Ramsey mengangguk lalu mengecek kembali isi amplop kuno itu, tapi tidak ada apa-apa lagi di dalamnya.

"Tidak ada? Yasudah, sepertinya memang orang ini hanya bermain-main. Sebaiknya kita bekerja sekarang," ujar Indurasmi sembari meletakkan surat itu di meja Ramsey. Baru saja perempuan bersurai merah itu akan keluar dari ruangan, suara Ramsey mengalihkan atensinya. "Tapi aku penasaran, Kak. Ini aneh namun berhasil membuatku penasaran, surat kuno yang entah datang dari mana, dan Mystras sebagai tujuannya. Bisakah kau menemani ku pergi setelah jam kerja selesai?"

                                    ☼☼☼

Dua jam berlalu, Ramsey dan Indurasmi sampai di Kota Mystras. Seharusnya mereka bisa sampai kurang dari dua jam, hanya saja jalanan hari ini cukup padat. Indurasmi yang menyetir mobil segera memarkirkan mobilnya di dekat benteng, gereja, dan istana yang bentuknya sudah tidak lagi utuh.

"Surat itu mengarah ke sini?" tanya Indurasmi, Ramsey mengangguk lalu mengeluarkan surat misterius itu dari kantongnya dan kembali membacanya dengan sesama. "Aku rasa begitu, surat ini hanya menyuruhku untuk datang. Tapi aku rasa, tidak mungkin jika tidak ada petunjuk lain."

Ramsey merobek amplop kuno itu perlahan. "Menemukan sesuatu?" Ramsey mengangguk cepat, memperlihatkan tulisan lain yang ada di bagian tengah amplop pada Indurasmi. "Pergilah ke reruntuhan bagian timur, kau akan menemukan petunjuk lain. Ah itu area istana yang masih utuh, tidak terlalu jauh dari posisi kita sekarang," ujar Indurasmi.

Ramsey mengangguk, lalu mengambil langkah terlebih dahulu menuju reruntuhan terbengkalai yang menjadi ciri khas Kota Mystras itu. Disusul Indurasmi yang juga mulai berjalan perlahan di belakang Ramsey.

Tak butuh waktu lama hingga mereka sampai bangunan istana yang dimaksud. Ramsey menganga kagum, rupanya kota ini lebih indah dari yang ia bayangkan. Indurasmi tertawa kecil dan menepuk pundak Ramsey. "Sudah, ayo kita cari petunjuk selanjutnya," ujar Indurasmi.

Netra Ramsey menyusuri area istana, mencari petunjuk yang tidak pasti. "Kak, ada note yang menempel pada gucci itu." Ramsey berjalan mendekati gucci tersebut dan menarik note berwarna kuning yang menempel di situ. "Apa tulisannya?" tanya Indurasmi penasaran.

"Haha, orang ini tau aku berasal dari Jawa rupanya. Dia menulis petunjuk ini menggunakan aksara Jawa," ujar Ramsey sembari terkekeh. Indurasmi menatap note kuning yang dibawa Ramsey, lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Apa kau bisa membacanya?" Pemuda itu mengangguk mantap.

"Tentu." Mata Ramsey menyipit, berusaha untuk membaca aksara Jawa itu: ꦥꦺꦂꦒꦶꦭꦃ​ꦏꦺ​ꦫꦸꦮꦔꦤ꧀​ꦤꦺꦴꦩꦺꦂ​꧇꧕꧒ "Tertera di sini, kita harus pergi ke ruangan 52." Ramsey menatap Indurasmi, perempuan itu mengangguk lalu berjalan lebih dulu.

"Aku mengharapkan teka-teki yang lebih sulit, semoga nanti di ruangan selanjutnya," ucap Ramsey antusias. "Haha, kenapa kau jadi antusias sekali? Oh, kita sampai." Indurasmi menatap pintu di depannya, Ramsey tersenyum lalu mencoba membuka pintu itu.

"Terkunci." Indurasmi menggeleng, pandangannya tertuju pada lampu minyak yang terletak tidak jauh dari pintu. "Kau bisa mencapai lampu itu? Siapa tau ada kunci di dalamnya." Benar, kenapa Ramsey tidak berpikir seperti itu? Tangan Ramsey terulur untuk membuka lampu minyak itu, tawanya terdengar saat berhasil menemukan kunci di dalamnya.

"Kak, kau jenius." Indurasmi tertawa kecil. "Aku sudah sering kemari, Ramsey. Wajar jika aku tahu ini semua," ujar Indurasmi. Ramsey hanya tersenyum lalu mencoba untuk memasukkan kunci ke dalam lubang kecil itu, dan ... terbuka!

"Woah, gelap sekali...." Ruangan itu gelap, benar-benar gelap. Tertutup, tidak ada jendela sama sekali. "Ambil ponselmu dan nyalakan senter, ponselku kehabisan baterai," ujar Indurasmi. Ramsey segera menggerogoh saku celananya, mengambil ponselnya, dan menyalakan senter lalu menyoroti seluruh ruangan.

"Ruangan ini tidak terlalu besar, mari berkeliling seben—Ramsey apa yang kau lakukan?" Ramsey menoleh lalu menggeleng. "Aku hanya penasaran apa yang ada di dalam sini. Bisakah aku membuka pintunya?" Indurasmi menghela nafas dan menjawab, "Bukalah." Ramsey membuka pintunya perlahan lalu menyorotkan senter ke dalam. Matanya membelak kaget, jantungnya berpacu dua kali lebih cepat.

"PAPA?! MAS BINTANG?!" Ramsey berlari lalu memeluk sang ayah erat. Ayahnya, Zach dan kakaknya, Bintang saling terikat di pojok ruangan itu. Pemuda manis itu menangis, ia tidak menyangka kejutan seperti ini yang ia dapat. "Ramsey, syukurlah," ujar sang ayah sembari tersenyum teduh. "Lama banget kamu, Mas dehidrasi tau."

Ramsey mengabaikan perkataan kakaknya, ia berusaha untuk melepaskan ikatan erat di tangan sang ayah terlebih dahulu. "Kalian kenapa bisa di sini? Siapa yang bawa Papa sama Mas kesini?" Zach menggeleng—menandakan bahwa ia tidak tau. "Seperti pada film-film action, ada orang tidak dikenal yang masuk ke rumah. Entah kita berdua diberi apa, namun saat sadar kita sudah di Yunani."

"Ramsey, tenang dulu Nak. Jangan panik seperti ini." Ramsey menggeleng, ia mengambil ponselnya lalu menyorotkan senter pada ikatan rumit di tangan ayahnya. "Kak Rasmi! Bisa beri aku sedikit bantu—sialan," umpat Ramsey saat mulai mengerti apa yang sedang terjadi. Perempuan berambut merah itu menyentuh pundak Ramsey, sembari menodongkan pistol ke kepala Ramsey.

"Kau bedebah! Lepaskan anakku!" Indurasmi tertawa miris, ia mengunci pergerakan Ramsey dan membawanya mundur. "Anakmu? Lalu aku ini kau anggap apa?" Tubuh Bintang dan Zach seketika menegang.

"Mbak Rene, kenapa Mbak melakukan ini?" tanya Bintang sembari menatap Indurasmi sedih. Sedangkan Zach hanya terdiam, itu Rennesme Revalue, putri pertamanya yang pindah bersama ibunya semenjak sang istri meninggal dunia.

"Kenapa aku melakukan ini, Bi? Kau sadar tidak sih kalau adik kesayangan mu ini membunuh ibunya sendiri?!" Ramsey menggigit bibirnya takut. Itu fakta, itu tidak salah, ibunya meninggal karena melahirkannya. "Itu bukan salahnya, Mbak! Jangan berbicara yang tidak-tidak!" benak Bintang marah, ia tidak ingin adiknya terluka sedikitpun.

"Oh, lalu mama meninggal karena aku? Begitu? Apa pria tua itu tidak ingin berbicara sesuatu?" Zach menghela nafas lalu menatap Indurasmi lekat. "Rennesme, Papa mohon lepaskan adikmu," lirih sang ayah. Perempuan itu menatap Ramsey yang meremat lengannya kuat.

"Baik, aku akan melepaskannya." Terdengar helaan nafas lega dari tiga orang yang ada di ruangan tersebut. Indurasmi menyeringai, lalu menodongkan pistol ke arah Bintang. "Tapi kau yang akan membusuk di neraka, Bi."

DOR!

"MAS BINTANG!"

                                    End

                                                All rights reserved
                           Sang kreator, Ramsey Revalue

Comments